Kekeliruan Kaum Sufi dalam Hal Makanan dan Minuman
Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary
Kekeliruan Kaum Sufi dalam Hal Makanan dan Minuman ini adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Talbis Iblis. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary pada Senin, 25 Jumadil Awal 1444 H / 19 Desember 2022 M.
Kajian Tentang Kekeliruan Kaum Sufi dalam Hal Makanan dan Minuman
Pada kajian sebelumnya kita sudah sampaikan penukilan dari beberapa tokoh-tokoh sufi bagaimana mereka membatasi diri dari makanan. Ada yang tidak makan kecuali makanan yang kasar-kasar, ada yang tidak minum selama beberapa waktu, ada yang tidak minum air dingin, ada yang tidak memakan daging dan banyak lagi penukilan-penukilan lainnya dari yang ringan sampai yang ekstrem seperti tidak makan dan minum berhari-hari.
Ibnu Al-Jauzi memberikan penjelasan tentang kekeliruan kaum sufi di dalam masalah tersebut. Bahwa perilaku yang dinukil dari kaum sufi tersebut tidak boleh dilakukan. Itu tidak benar dan tidak sesuai dengan syariat. Karena akan mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu di luar kemampuannya. Di sisi lain, Allah Subhanahu wa Ta’ala memuliakan manusia dengan menganugerahkan makanan. Allah tumbuhkan makan-makanan di muka bumi ini untuk manusia.
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا …
“Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu…” (QS. Al-Baqarah[2]: 29)
Allah menumbuhkan gandum dan beras itu untuk diri mereka, sedangkan kulitnya untuk makanan ternak, bukan sebaliknya. Adapun mereka kaum sufi ini memakan yang kasar dan menghindari gandumnya. Sementara Allah Subhanahu wa Ta’ala anugerahkan gandum itu untuk manusia, sementara kulitnya untuk makanan hewan ternak. Maka tidak sepatutnya manusia menyaingi hewan ternak dengan misalnya memakan jerami atau kulit gandum yang kasar.
Lagi pula, gizi apa yang terdapat pada kulit gandum itu? Tentunya tidak ada kandungan gizinya. Ini tentunya akan memudharatkan tubuh mereka. Jadi untuk mencapai tingkat kezuhudan bukan dengan cara menyiksa diri seperti itu.
Sikap-sikap seperti ini tidak boleh dilakukan oleh seorang manusia. Terlebih lagi muslim. Dan hal-hal semacam ini terlalu mudah untuk dibantah. Apalagi yang ekstrem, seperti misalnya tidak makan dan minum selama berhari-hari. Secara akal sehat saja tidak mungkin manusia bisa bertahan hidup berhari-hari tanpa minum.
Abu Hamid Al-Ghazali menuturkan dari kaum sufi, bahwa shalat yang dilakukan sambil duduk karena tidak mampu berdiri akibat lapar lebih utama daripada shalat yang dilakukan sambil berdiri saat mampu karena sudah makan. Lihat bagaimana statement mereka. Padahal salah satu rukun shalat adalah berdiri. Dan seorang mencukupi kebutuhan dirinya supaya dia bisa mengerjakan ibadah dengan sempurna, yaitu dia shalat berdiri. Sementara dia mampu untuk mencukupi kebutuhan dirinya hingga dia mampu berdiri. Sementara kaum sufi ini sengaja melaparkan diri sehingga mereka tidak mampu berdiri hingga shalat sambil duduk.
Tentunya berbeda kalau kita tidak mampu berdiri lalu shalat duduk dengan sengaja menyiksa diri sehingga tidak mampu berdiri hingga memilih untuk duduk.
Ibnul Jauzi mengatakan bahwa ini adalah sebuah kekeliruan. Yang benar adalah saat seseorang makan dan minum demi menguatkan tubuh agar mampu berdiri saat ibadah, maka hukum makannya adalah ibadah/ketaatan. Karena dia lakukan itu agar dia bisa mengerjakan kewajiban. Makannya terhitung ibadah sebab makan itu telah membantunya dalam melaksanakan ibadah dengan sempurna.
Ada aktivitas-aktivitas duniawi yang apabila kita lakukan justru mendapat pahala. Salah satu contohnya disebutkan Nabi adalah jima’ untuk menjaga diri dari perkara yang haram. Maka jima’ dengan tujuan itu justru berpahala, bahkan itu digolongkan sedekah. Tapi kaum sufi menjauhi itu dan berpendapat bahwa kehidupan rumah tangga suami istri itu justru melemahkan perjalanan mereka menuju Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mereka menganggap itu menghambat kezuhudan mereka. Ini adalah suatu sikap yang tidak benar. Karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukan itu. Kalaulah itu buruk dan bisa menghambat perjalanan seorang menuju kezuhudan, Nabi adalah pemimpin kaum zuhud. Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah orang yang paling zuhud, paling takwa dan paling alim, tapi beliau tidak melakukan seperti yang dilakukan oleh kaum sufi itu.
Jadi, perjalanan menuju Allah harus kita lakukan seperti perjalanan Nabi menuju Allah Subhanahu wa Ta’ala, bukan dengan anggapan-anggapan atau klaim-klaim yang tidak ada dasarnya.
Lalu bagaimana tipu daya iblis terhadap kaum sufi dalam hal makanan dan minuman? Mari download mp3 kajian dan simak pembahasan yang penuh manfaat ini.
Download MP3 Kajian
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/52537-kekeliruan-kaum-sufi-dalam-hal-makanan-dan-minuman/